Jumat, 22 Januari 2016

Indonesia Juara Umum ASEANTA Awards 2016, Malaysia Keok Lagi

Pariwisata Indonesia menorehkan prestasi internasional lagi di awal tahun 2016 ini. Dalam waktu yang amat berdekatan, hanya berselang satu hari, Indonesia berhasil bikin Malaysia keok alias kalah, dua kali. 

Di ajang UNWTO Awards 2016 di Madrid, Spanyol, Kamis (21/1), Indonesia memboyong 3 penghargaan, sementara Malaysia tidak bawa pulang apa-apa. 

Sehari kemudian, Indonesia menyabet 3 kategori ASEAN Tourism Association (ASEANTA) Awards 2016 yang diumumkan di Sofitel Manila, Filipina, Jumat (22/1). Tiga penghargaan tersebut sekaligus membuat Indonesia keluar sebagai juara umum. Sedangkan Malaysia cuma 2 awards, dan itu pun disinyalir ada kecurangan dari salah satu kategori yang didapat negeri jiran itu.

Ketiga kategori yang berhasil diboyong ke Tanah Air dari ASEANTA Awards 2016 itu adalah, pertama Best ASEAN Tourism Photo, Agung Parameswara dengan karya fotografi berjudul "Morning In Bromo, Indonesia.

Foto jepretan anak Bali ini menggambarkan pesona keindahan pemandangan Gunung Bromo di Jawa Timur, yang merupakan salah satu dari 10 destinasi prioritas Nasional. Foto dengan bingkai pariwisata yang amat mengesankan.

Kategori kedua, Best ASEAN Cultural Preservation Effort, yang dimenangi Saung Angklung Mang Udjo, Bandung. Saung Angklung selama ini dikenal amat concern dengan musik tradisional Sunda, Jawa Barat. Hadiah itu diterima Taufik Hidayat, Manajer Saung Mang Ujo.

Kategori ketiga yang berhasil disabet Indonesia adalah Best ASEAN Travel Article, dengan tema "The Perfect Wave" di Colour Magazine, Garuda Indonesia. Sentot Mujiono, Vice President Asia Region yang menerima award itu.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang duduk di atas panggung panjang bersama seluruh menteri itu, ikut berdiri dan mendampingi para penerima piala. Begitupun Wakil Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Mas Ermieyati binti Syamsudin dan Singapore yang turut di atas stage dengan latar belakang big screen multimedia. "Kemenangan itu direncanakan!" ucap Arief Yahya.

Menurut Doktor Ekonomi lulusan Unpad Bandung ini awarding di level regional dan global itu harus direbut. Pasalnya ada istilah kalibrasi, yakni kalau sudah mengikuti kriteria yang berstandar internasional, yang sudah teruji dan terbukti di destinasi kelas dunia, itu sudah pasti baik. “Otomatis, objek wisata kita juga available dengan wisman yang sudah berpengalaman internasional juga," kata Arief Yahya.

Award ini, lanjut Arief Yahya, juga membuat kita semakin confidence, percaya diri, bahwa kualitas layanan dan atraksi yang dimiliki tidak kalah dari negara lain. Melihat potensi pariwisata Indonesia, memang tidak boleh merasa rendah diri apalagi merasa rendah. 

"Award juga mendongkrak kredibilitas kita di dunia internasional. Apalagi award itu diperoleh dengan cara-cara yang fair, betul-betul karena kualitas, dan dikeluarkan oleh lembaga yang kredibel," lanjut nantan Dirut PT Telkom itu. 

Kata Marketeer of The Year 2013 ini, Indonesia harus menjadi leader, pemimpin di regional ASEAN dan menuju ke global. Penghargaan dari ASEANTA dan UN-WTO itu adalah bukti bahwa jika serius, tidak ada yang tidak bisa. 

Mengejar award, dengan segala kriteria itu, secara otomatis akan mendekatkan diri pada standar dunia. "Ada 14 pilar yang kita pakai sebagai acuan, yang juga dijadikan alat ukur competitiveness index oleh World Economic Forum (WEF). Jadi, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Membangun destinasi dengan standar dunia, membuat objek wisata semakin bagus, bisa dikompetisikan di tingkat dunia dan berpotensi menang!" tambah Arief Yahya. 

Bermodal juara umum dengan 3 penghargaan ASEANTA Award 2016 yang bertagline ‘Striving for Excellence’ ini, Arief Yahya dengan penuh yakin memproyeksikan untuk menyapu bersih ASEANTA Award tahun 2017 mendatang. 

Dia pun menemukan destinasi baru yang akan diformat menjadi calon-calon jawara. "Kita punya banyak potensi kok. Sekurangnya ada 10 destinasi unggulan yang akan menjadi 10 "Bali baru" yakni Danau Toba, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Pulau Seribu Jakarta, Borobudur Jawa Tengah, Bromo Jawa Timur, Mandalika Lombok, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sultra, dan Morotai Maltara,” terangnya. 

Pengamat ekonomi yang juga founder MarkPlus, Hermawan Kertajaya memperkuat asumsi Menpar Arief Yahya itu. "Kalau Brand Equity kuat, maka ada beberapa benefit. Indonesia akan makin masuk Consideration Set para turis yang mau milih destinasi. Terutama bagi yang belum punya Awareness tinggi terhadap Indonesia," jelas Hermawan. 

Country Brand Association Indonesia, lanjut Hermawan akan menjadi makin tajam sesuai dengan kategori awards yang diperoleh. "Ini sangat penting untuk masuk dalam segmen yang pas dengan kategori yang bersangkutan," ungkap Hermawan. 

Di sinilah, pentingnya memperkuat dan mempertajam branding Wonderful Indonesia di semua lini, termasuk memenangi persaingan di awarding. Setelah itu menguatkan keyakinan customer dalam bentuk guarantee pada customer yang tercermin pada price differentiation. “Dengan begitu, dampaknya bukan hanya pada jumlah turis dan kunjungan yang akan datang, tapi juga spending-nya ketika berada di Indonesia," jelas Hermawan. 

Dalam ajang ASEANTA Awards ke-29 ini, panitia ASEANTA dinilai pihak Indonesia memberi semacam "piagam penghargaan" dengan label "special recognition" kepada Sabah Malaysia. Mengapa? Karena pada awalnya hanya ada 6 kategori ASEANTA Awards 2016 yang dipertandingkan. Namun tiba-tiba muncul kategori berupa ASEANTA Special Award Recognition yang ditujukan untuk Kementerian Wisata Sabah Malaysia. 

Menurut Arief Yahya penghargaan “special” tersebut tidak masuk dalam kategori yang dipertandingkan ASEANTA Awards 2016. "Special recognation" itu semacam "piagam penghargaan" karena tidak dilombakan dan tidak ada kategori tersebut di website resmi ASEANTA. 

Asisten Deputi Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Mancanegara, Noviendi Makalam pernah membocorkan bahwa di ajang ASEANTA Awards sebelumnya, Indonesia masih sedikit memenangkan penghargaan dibandingkan negara tetangga. Menurutnya hal itu dikarenakan kurangnya masukan materi yang diusulkan atau dinominasikan pada ajang penghargaan ini. 

Tahun 2016 ini, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) membentuk Forum Grup Discussion (FGD) untuk mengumpulkan materi dan memilih yang terbaik untuk diikutsertakan. Kemudian mengkurasi materi dari masing-masing kategori penghargaan dan menyiapkan segala kebutuhan yang terkait dengan ajang penghargaan tersebut. Hasilnya Indonesia raih 3 penghargaan. 

ASEANTA terbentuk berdasarkan Deklarasi ASEAN yang ditandatangani pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Penbentukan ASEANTA ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama dalam mempromosikan pariwisata antarnegara-negara ASEAN dengan mengangkat tema One Community for Sustainability.

Dalam ajang 29th ASEANTA Award for Excellence 2016, sekali lagi sebenarnya ada 6 kategori yang dikompetisikan. Setiap negara dari 10 anggota ASEAN, diwakili pemerintahnya dan pihak industri wisatanya, destinasi, perhotelan, restoran, asosiasi penerbangan maupun unsur terkait pariwisat lainnya, dapat mendaftarkan calon peserta tiap kategori sesuai persyaratan sebagaimana tertera di situs web perkumpulan ini.

Berkas pendaftar selanjutnya diseleksi tm juri. Setelah itu para pemenangnya diumumkan saat acara puncak ASEAN Tourism Forum, yang dihadiri para menteri pariwisata di kawasan Asia Tenggara ini.

Keberhasilan Indonesia menjadi juara umum ASEANTA Awards 2016 dan sehari sebelumnya menyabet 3 penghargaan UNWTO Awards 2016, tak terbantahkan lagi kalau kualitas pariwisata Indonesia di atas Malaysia. Apalagi data dari WEF dalam  competitiveness index, Indonesia berhasil menduduki posisi ke-47, sedangkan Malaysia  cuma berada di urutan 96 dunia.

Bravo WONDERFUL INDONESIA...

Naskah: Adji Kurniawan (kembaratropis@yahoo.com) 
Foto: dok. Puskompublik Kemenpar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.